Mahasiswa Desak Polda Banten Buka Perkembangan Kasus Dugaan Mark-Up Website Desa di Serang

Oplus_131072
banner 120x600

SERANG, WILIP.ID – Gerakan Mahasiswa Peduli Sosial (GEMPAS) Serang Raya kembali menggugat akuntabilitas aparat penegak hukum. Kamis, 10 Oktober 2025, mereka resmi melayangkan surat permohonan audiensi kepada Kepolisian Daerah (Polda) Banten. Isinya: mendesak kejelasan perkembangan laporan pengaduan (LAPDU) terkait dugaan praktik mark-up proyek pengadaan website desa di Kabupaten Serang.

Proyek yang dikerjakan oleh PT Wahana Semesta Multimedia itu sebelumnya dilaporkan mengandung sejumlah kejanggalan, terutama dalam struktur pembiayaan. Dugaan mark-up anggaran tersebut telah lama menjadi bisik-bisik publik, lantaran dana yang digunakan bersumber dari keuangan daerah dengan dalih digitalisasi pelayanan desa.

“Ini bukan sekadar soal proyek teknologi, tapi soal etika dan tanggung jawab publik,” ujar Abdur Rosyid, Ketua GEMPAS Serang Raya, dalam keterangan resminya. Ia menegaskan, langkah audiensi ke Polda bukan sekadar formalitas, melainkan upaya menagih komitmen aparat hukum dalam mengusut dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Menurut Rosyid, kejanggalan mulai tampak sejak tahap tender hingga realisasi anggaran. “Kami menduga ada ketidakwajaran dalam penentuan pemenang dan nilai kontrak. Karena itu, kami meminta hasil penanganan LAPDU dibuka secara transparan,” ujarnya.

Di sisi lain, Hendra Irawan, Sekretaris Umum GEMPAS, menilai proyek digitalisasi desa seharusnya menjadi pintu masuk modernisasi pelayanan publik. Namun, di tangan pihak yang tak bertanggung jawab, program itu justru bisa berubah menjadi “lumbung bancakan” anggaran.

“Ketika proyek publik justru dipenuhi praktik mark-up, maka esensi digitalisasi hilang. Ini bukan transformasi digital, tapi transformasi kepentingan,” sindir Hendra. Ia menambahkan, kebocoran anggaran publik bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

GEMPAS menegaskan, mahasiswa tidak boleh diam di tengah potensi penyimpangan kebijakan publik. Bagi mereka, mengawasi anggaran bukan sekadar aksi moral, tetapi kewajiban sosial.

“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai terang. Uang rakyat harus kembali kepada rakyat,” tegas Hendra.

Dalam pernyataan penutupnya, GEMPAS menyerukan kepada seluruh organisasi mahasiswa, aktivis, dan masyarakat sipil di Banten untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum. Mereka menuntut agar aparat penegak hukum bekerja profesional tanpa intervensi politik maupun kepentingan kelompok tertentu.

“Kasus ini tidak boleh berhenti di meja administrasi,” kata Rosyid. “Keadilan harus ditemukan, bukan ditunda.”

 

(Has/Red*)