CILEGON, WILIP.ID – Wacana pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU) Kota Cilegon kembali mengemuka. Pemerintah daerah menargetkan pembebasan lahan rampung pada 2026. Namun, target ini terdengar seperti repetisi dari janji lama yang berulang kali kandas di lapangan.
Sejak pertama kali diwacanakan lebih dari satu dekade lalu, JLU digadang sebagai solusi kemacetan di kota industri. Jalan ini diharapkan jadi jalur vital bagi arus logistik sekaligus membuka akses ekonomi baru di kawasan utara. Tapi hingga kini, proyek itu lebih sering terjebak dalam meja rapat ketimbang menorehkan bekas aspal di lapangan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cilegon, Tb Dendi Rudiatna, menyebut progres pengadaan tanah baru mencapai 19,6 hektare dari total kebutuhan 34 hektare. Artinya, masih ada sekitar 24 hektare yang harus dibebaskan. “Kami sudah berkoordinasi dengan kepala BPN yang baru, sekaligus memaparkan program JLU. Ke depan, akan ada langkah teknis lanjutan,” ujarnya, Senin 29 September 2025.
Namun, Dendi tak menampik bahwa jalan masih panjang. Undang-Undang Nomor 22 tentang Pengadaan Tanah menjadi pagar prosedur yang tak bisa dilompati. Dari penyusunan dokumen perencanaan hingga appraisal harga lahan, semua harus ditempuh. “Tanpa appraisal, kami belum bisa menyebutkan berapa kebutuhan anggarannya,” katanya.
Seakan menyadari jebakan birokrasi, DPUTR berencana merangkul banyak pihak: mulai dari ASDA II, Bappeda, BPKPAD, hingga bagian aset daerah. BPN sendiri baru bisa bekerja setelah penetapan lokasi (penlok) keluar. “Target kami jelas, pengadaan tanah rampung pada 2026,” kata Dendi.
Tapi publik Cilegon tentu masih menyimpan ingatan: janji serupa pernah diucapkan pada periode-periode sebelumnya. Tahun berganti, pejabat silih berganti, JLU tetap berhenti di urusan tanah. Persoalan klasik yang membuat proyek infrastruktur di Indonesia sering kali macet bukan pada desain teknis, melainkan di negosiasi harga dan tarik-menarik kepentingan lahan.
Kini, warga hanya bisa menunggu. Apakah target 2026 benar-benar jadi titik akhir penantian, atau kembali sekadar janji yang tertinggal di balik pagar kebun warga?
(Elisa/Red*)