Refleksi G30S, IMC Ingatkan Luka Sejarah dan Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM

banner 120x600

CILEGON, WILIP.ID – Suasana Landmark Cilegon, Senin malam (30/9/2025), berubah menjadi ruang refleksi penuh kritik. Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) menggelar peringatan tragedi Gerakan 30 September sekaligus momentum September Hitam. Agenda ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi juga menohok wajah negara yang dinilai gagal menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Ketua Umum IMC, Ahmad Maki, menyebut September tak hanya soal tragedi 1965. Baginya, bulan ini adalah rentetan luka sejarah: pembunuhan aktivis HAM Munir, kasus Salim Kancil, tragedi Tanjung Priok, hingga penembakan mahasiswa dalam peristiwa Semanggi I dan II.

“September Hitam adalah momentum perlawanan moral. Kami tidak akan berhenti bersuara sampai kebenaran ditegakkan dan keadilan diwujudkan,” tegas Maki dalam orasinya.

Kritik Keras ke Negara

IMC menilai praktik kekerasan terhadap rakyat masih terus berlangsung. Represi dianggap jadi bukti bahwa negara gagal melindungi warganya secara adil.

Melalui refleksi ini, IMC mengumumkan empat sikap tegas:

1. Mendesak negara menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara transparan.

2. Menolak segala bentuk represi terhadap gerakan rakyat, mahasiswa, maupun aktivis.

3. Mengingatkan bahwa demokrasi sejati hanya mungkin jika negara berpihak pada rakyat, bukan elit.

4. Mengajak masyarakat tidak melupakan sejarah, karena melupakan berarti mengulang kesalahan.

Ajakan untuk Generasi Muda

Menurut Maki, peringatan G30S dan September Hitam harus jadi ruang kesadaran generasi muda. “Ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi sarana memperkuat daya kritis terhadap persoalan bangsa,” ujarnya.

IMC menegaskan, penegakan HAM bukan barang mewah apalagi wacana kosong. Ia adalah kewajiban negara. Refleksi ini ditutup dengan seruan agar publik ikut terlibat memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

“Jangan pernah melupakan sejarah. Melupakan sama saja mengulang kesalahan yang sama,” tandas Maki.

 

(Elisa/Red*)